Pamekasan Madura antara Raden Azhar (Kiai Penghulu Bagandan) melawan Ke’ Lesap. Raden Azhar merupakan ulama penasihat spriritual Adipati Pamekasan yang bernama Raden Ismail (Adipati Arya Adikara IV). Sedangkan Ke’ Lesap merupakan putera Madura keturunan Cakraningrat I dengan istri selir.
Dalam
peperangan itu, Raden Azhar memakai pakaian kebesaran batik dengan
motif parang atau dalam bahasa Madura disebut motif leres yakni
kain batik dengan motif garis melintang simetris. Ketika memakai kain
batik motif parang, Raden Azhar memiliki kharisma, tanpak gagah
berwibawa. Sejak itulah, batik menjadi perbincangan di kalangan
masyarakat Madura, terutama pembesar-pembesar di Pamekasan.
Di
Jogjakarta dan Solo, kain batik motif parang merupakan pakaian
kebesaran para raja. Konon, rakyat biasa pantang memakai. Itu dulu,
sekarang bolehlah asal tidak dipakai saat bertemu raja. Misalnya, untuk
kondangan atau menghadiri rapat. Tokoh penting yang mengenalkan kain batik ke Madura adalah Adipati Sumenep, Arya Wiraraja yang merupakan sekutu dekat Raden Wijaya, pendiri kerajaan Majapahit.
Motif batik madura memiliki keunikan tersendiri yang tidak dimiliki oleh batik dari daerah lain. Ciri khas batik Madura sebagai usaha rumahan
yang mudah dikenali adalah selalu terdapat warna merah dalam motif
bunga atau daun. Beberapa kalangan menilai, ada kesamaan motif kain
batik Madura dan Jogjakarta. Adanya kesamaan motif kain batik Madura dan
Jogjakarta karena ada hubungan darah antara raja Mataram dengan para
pembesar di Madura. Kerajaan Bangkalan pada zaman raja Cakraningrat I
adalah bawahan Kesultanan Mataram yang dipimpin Sultan Agung.
Perjalanan sejarah batik Madura saat
ini boleh dikatakan mencapai kejayaan, apalagi dengan pencanangan Hari
Batik Nasional tanggal 2 Oktober oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono.
Para pengrajin batik setelah peresmian jembatan Suramadu
di sentra-sentra batik Madura mengalami kegairahan membatik. Seperti
sentra batik tulis Tanjung Bumi di Bangkalan, sentra batik tulis
Banyumas Klampar, Pamekasan, dan sentra batik tulis Pakandangan Sumenep.
Seiring dengan selesainya pembangunan jembatan Suramadu,
Pemkab Pamekasan bahkan menetapkan desa Banyumas Klampar kecamatan
Proppo sebagai desa batik. Tak hanya itu, sebuah pasar batik terbesar di
dunia (dilihat dari jumlah pedagang batik) juga telah dibuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar