KEBAYA, seperti juga sejarah, mengalir mengikuti waktu, beradaptasi dengan zaman yang semakin maju dan memiliki cerita panjang yang bisa ditelusuri hingga abad ke-15 Masehi.
Dari sisi sejarah, kebaya merupakan bentukan busana atasan yang pertama kali dikenakan wanita Indonesia, terutama perempuan Jawa, yang digunakan bersama kain. Namun pada akhir abad ke-19, Design Kebaya juga populer sebagai busana para perempuan Belanda yang membutuhkan pakaian yang cocok dengan iklim tropis Indonesia. Selain itu, Model Kebaya juga pernah populer di kalangan perempuan peranakan China sehingga muncul sebutan kebaya encim. Seiring berjalannya waktu, kebaya pun menjadi sebuah simbol feminisme, busana khas perempuan yang kini menjadi busana nasional dan Model Kebaya Modern.
Kaum keturunan Eropa biasanya mengenakan Model Kebaya berbahan katun halus dengan aksen lace di pinggirnya. Kaum Tionghoa menggunakan Design Kebaya dengan potongan yang lebih pendek dan sederhana, dengan hiasan yang berwarna, lazim disebut kebaya encim.
Seiring berjalannya waktu, Design Kebaya berubah dan sempat tergerus zaman. Apalagi di masa pendudukan Jepang, di saat kreativitas dan produktivitas bangsa ditekan hingga ke level yang paling rendah. Pendudukan Jepang di Indonesia memutus jalur perdagangantekstil dan perlengkapan penunjangnya, akhirnya banyak rumah produksi kebaya tutup dan hanya sedikit perusahaan batik yang bisa bertahan.
Sejak masa itu, jejak kebaya sedikit terhapus. Para wanita pejuang kemerdekaan yang masih menggunakan kebaya (kebanyakan jenis kebaya kartini dan kebaya encim), kembali memopulerkannya, kendati harus bersaing dengan busana Barat yang dianggap lebih “memerdekakan” perempuan dari simbolisasi kebaya masa lalu, yang mengungkung perempuan dalam lilitan korset dan kain panjang (Model Kebaya Modern).
Baju Kebaya adalah pakaian tradisional yang dikenakan oleh wanita Indonesia dan juga Malaysia yang dibuat dari kain kasa yang dikenakan dengan sarung, batik, atau pakaian tradisional yang lain seperti songket dengan motif warna-warni.
Dipercayai kebaya berasal daripada negara Arab dan membawa baju kebaya (yang Arabnya “abaya”) ke Nusantara ratusan tahun yang lalu. Lalu menyebar ke Melaka, Jawa, Bali, Sumatera, dan Sulawesi. Setelah penyesuaian budaya yang berlangsung selama ratusan tahun, pakaian itu diterima oleh penduduk setempat.
Sebelum tahun 1600 di Pulau Jawa, kebaya adalah pakaian yang hanya dikenakan oleh golongan keluarga kerajaan di sana. Selama zaman penjajahan Belanda di Pulau ini, wanita-wanita Eropah mula mengenakan kebaya sebagai pakaian rasmi. Saban hari, kebaya diubah dari hanya menggunakan barang tenunan mori menggunakan sutera dengan sulaman warna-warni.
Pakaian yang mirip yang disebut “nyonya kebaya” diciptakan pertama kali oleh orang-orang Peranakan daripada Melaka. Mereka mengenakannya dengan sarung dan kasut cantik bermanik-manik yang disebut “kasut manek”. Kini, nyonya kebaya sedang mengalami pembaharuan, dan juga terkenal dalam kalangan wanita bukan asia.
Terpisah daripada kebaya tradisional, ahli fesyen sedang mencari cara untuk memodifikasi desain dan membuat kebaya menjadi pakaian yang lebih moden. Kebaya yang dimodifikasi boleh dikenakan dengan seluar jeans.
Menurut Denys Lombard dalam bukunya Nusa Jawa: silang Budaya (1996) Kebaya berasal dari bahasa Arab ‘Kaba’ yang bererti ‘pakaian’ dan diperkenalkan lewat bahasa Portugis ketika mereka mendarat di Asia Tenggara. Kata Kebaya diertikan sebagai jenis pakaian (atasan/blouse) pertama yang dipakai wanita Indonesia pada kurun waktu abad ke-15 atau ke-16 Masihi. Hujah Lombard tentu berterima terutama lewat analogi penelusuran lingustik yang toh sampai sekarang kita masih mengenal ‘Abaya’ yang berarti tunik panjang khas Arab. Sementara sebagian yang lain percaya Kebaya ada kaitannya dengan pakaian tunik perempuan pada masa kekasiran Ming di Tiongkok, dan pengaruh ini ditularkan setelah imigrasi besar-besaran menyambangi semenanjung Asia Selatan dan Tenggara di abad ke-13 hingga ke-16 Masehi.
Good
BalasHapusbagus sekali artikelnya tentang kebaya
BalasHapusseva id